Kisah Tentara Sekutu di Sabang

Kisah Tentara Sekutu di Sabang

Kisah Tentara Sekutu di Sabang

Tentara Sekutu dari Batalyon Infanteri 424 sedang menikmati air kelapa muda di Sabang pada tanggal 5 Mei 1949.

Sejak penyarahan kekuasaan Jepang kepada Sekutu di Sabang pada 25 Agustus 1945, bendera Sekutu bersama bendera Belanda dikibarkan berdampingan setelah penurunan bendera Jepang di Sabang.

Letnan Hamers yang berkebangsaan Belanda diangkat sebagai Gubernur Militer merangkap panglima Sekutu di Sabang. Rakyat Aceh di Sabang tidak bisa berbuat banyak, karena setelah 10.000 tentara Jepang di Sabang dilucuti, kini Sabang dikuasai oleh puluhan ribu tentara Inggris dan Belanda.

Pada 29 Agustus 1945, empat hari setelah penyerahan Pulau Weh, Sabang dari Jepang kepada Sekutu, Letnan Hamers seorang perwira Belanda yang menjabat sebagai Panglima Sekutu di Sabang, memanggil Guntyo Sabang T Abaih ke kapal berbendera Inggris milik Sekutu yang sandar di Pelabuhan Sabang.

Hamers menjelaskan bahwa Jepang telah menyerahkan Sabang kepada Pemerintah Kolonial Belanda, sesuatu yang sangat ditentang oleh rakyat Aceh. Sekutu telah diboncengi oleh Belanda untuk tujuan penaklukan kembali Aceh. Ini terlihat jelas sejak saat penyarahan kekuasaan Jepang kepada Sekutu di Sabang pada 25 Agustus 1945, bendera Sekutu bersama bendera Belanda dikibarkan berdampingan setelah penurunan bendera Jepang di Sabang.

Pada 3 September CA Sani menggantikannya sebagai Comandan Officer Netherlands-Indies Civil Administration (NICA) yakni Pemerintahan Sipil Hindia Belanda di Sabang.

Dalam menjalankan pemerinahan kolonial di Sabang, CA Sani dibantu perwira polisi rahasia Belanda (Politieke Inlichtingen Dienst-PID) bernama Emil Daniels. Dari Sabang mereka melakukan kegiatan intelijen ke daratan Aceh, memantau suasana dan mencari kesempatan untuk menyerang daratan Aceh untuk kembali menerapkan Pemerintahan Kolonial Belanda di Aceh.

Sesuatu yang kemudian tak pernah bisa dilakukan, baik oleh Hamers maupun CA Sani dan Emil Daniels, karena itu pula pada agresi Belanda kedua ke Indonesia Aceh menjadi satu-satunya daerah yang bebas dari kekuasaan Belanda. Inilah salat satu faktor yang membuat Presiden Soekarno menyebut Aceh sebagai daerah modal perjuangan kemerdekaan.

Armada Sekutu membombardir Sabang

Perang Kemerdekaan Indonesia adalah konflik selama empat tahun yang berlangsung dari tahun 1945 hingga 1949. Konflik ini terjadi antara kaum nasionalis Indonesia, yang ingin mendirikan negara Indonesia yang berdaulat dan merdeka, dan pemerintah kolonial Belanda, yang telah menguasai kepulauan tersebut selama lebih dari tiga abad.

Revolusi ini dipicu oleh deklarasi kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, beberapa hari setelah berakhirnya Perang Dunia II. Pemerintah Belanda menolak mengakui kemerdekaan Indonesia dan mengirim pasukan ke negara tersebut untuk merebut kembali bekas jajahan mereka.

Revolusi ini ditandai dengan pertempuran sengit, perang gerilya, dan manuver politik. Kaum nasionalis Indonesia, yang dipimpin oleh tokoh-tokoh seperti Sukarno dan Hatta, menggunakan berbagai taktik, termasuk diplomasi, propaganda, dan aksi militer, untuk mendapatkan dukungan internasional dan memperkuat posisi mereka melawan Belanda.

Revolusi berakhir pada tahun 1949 ketika Belanda akhirnya mengakui kemerdekaan Indonesia setelah masa negosiasi dan mediasi. Konflik tersebut telah merenggut nyawa puluhan ribu orang dan meninggalkan luka mendalam pada jiwa masyarakat Indonesia.

Sumber: Picryl dan Aceh Info