Pakrikaru 2: Kegundahan yang Memikat Rasa
Pakrikaru 2: Kegundahan yang Memikat Rasa

BANDA ACEH - Isi dalam bingkai itu melukiskan kemarahan. Ada Rawa Tripa, hutan gambut di Nagan Raya, yang tandus. Ada juga tumpukan merkuri yang menghancurkan sungai, serta baliho dengan siluet kandidat calon yang dibiarkan mengelupas dari tiang pancang. Semua dilatari oleh langit biru yang kelam. Lukisan-lukisan itu adalah karya Akmal Senja. Seorang alumni jurusan kehutanan yang memilih "jalan seni". Lukisan-lukisan ini tersaji di pameran dan kritik karya rupa Pakrikaru 2 yang digelar Museum Aceh Sejak 29 Oktober hingga 2 November mendatang. Selain Akmal, pameran ini juga menampilkan karya perupa Aceh; Nourman, Razuardi Essex, Suprianto dan Zulkifli “Zul” MS. Dalam pameran ini, Zul menampilkan sejumlah lukisan yang diboyongnya ke pameran tunggal di dua negara di Eropa Timur: Republik Ceko dan Slovakia. Keunikan yang dapat dinikmati dari lukisan Zul adalah teknik melukis menggunakan kopi. Dengan kepekatan tertentu di setiap oretannya, Zul mengabadikan banyak objek di atas kertas dengan sangat memikat. Sosok yang menjadi "ikon" dalam pameran ini adalah Razuardi. Sama seperti dalam pameran Pakrikaru 1, Sekretaris Daerah Aceh Tamiang ini menampilkan karakter tokoh-tokoh terkenal dalam oretan kuasnya. Seperti Jacky Chan, Kofi Annan, Bill Clinton, Recep Tayyip Erdogan, dan dirinya sendiri. “Gaya melukisnya sangat khas, mengingatkan kita pada Andi Warhol, dewa postmo senirupa Amerika Serikat,” seperti yang tertulis dalam buku panduan yang diterima pengunjung pameran. Karya rupa yang tak boleh dilewatkan adalah milik Supriato. Sebuah lukisan tiga dimensi menggambarkan dinding penjara dan laba-laba raksasa yang merangkak keluar dari lubang menjadi salah satu lukisan paling unik. Lukisan lain yang tak kalah menggelitik adalah potret seorang perempuan berbaju putih tanpa wajah dengan secangkir kopi panas. Lukisan ini diberi judul: Mari Kita Ngopi. Lukisan lain yang tak kalah menarik adalah karya Nourman: Abu Syiek. Ini adalah lukisan wajah seorang Aceh yang sepuh. “Banyak yang mengatakan wajah di lukisan ini adalah Abu Woyla (Abu Ibrahim Woyla). Saya hanya mencoba menggambarkan sosok orang asli Aceh. Dan inilah hasilnya,” kata Nourman. Ada juga potret wajah sosok penting dalam gerakan perlawanan Aceh terhadap Republik Indonesia, Abdullah Syafi’i dan Hasan Ditiro. Semua ini dilukis menggunakan pisau palet. Pisau ini biasa digunakan untuk mencampur cat di palet. Lukisan yang kasar namun menyimpan keindahan yang detail. Ketua Panitia Bakti Karya Perupa E “Yeng” Yazril mengatakan kegiatan ini adalah upaya dalam mengapresiasi karya para perupa Aceh. Karya para perupa, kata Yeng adalah hasil dari kekayaan imajinasi dan keberanian dalam mengekpresikannya. Karya-karya ini, kata dia, membuat banyak orang berdecak kagum. “Adalah sebuah kebanggaan bagi kita semua dapat menikmati langsung karya-karya spektakuler ini. Karya-karya mereka menggabungkan kegundahan dan keindahan dalam satu bingkai,” kata Yeng.